03 Juli 2009

seberapa canggih pemilih indonesia?

كم أحسن نخبتنا؟
إعداد: أييس مخالق

وقد إستباقت الأحزاب السياسية فى توجه الحفلة السياسية وهى الإنتخاب الإختيارى لممثلى الشعب والممثلين المحلين وإقامة حكومة ديمقراطية وإحراز دعم قوى للشعب من أجل تحقيق الهدف الوطنى على النحو المطلوب فى القانون الأساسى (UUD) سنة 1945.
ولن ينتخب إلا بالنسبة إلى ما أمنه لبناء هذا البلاد بلادا أحسن بل أغلبية منهم لا يأخذون التصويت فى هذا المنهج الأساسى لنصب الرئيس سببا من ضعف إستطاعة المرشخين. وأما الحقوق الأساسية للأمة أن تبحث عن الإمام القائم بالعدل فى الرعية وأن يكون صالحة لهم فى الناس. فإن نتيجة الظالم الدمار والهلاك. وقال ابن تيمية: فإن الناس لم يتنازعوا فى أن عاقبة الظلم وخيمة وعاقبة العدل كريمة ولهذا يرى: الله ينصر الدولة العادلة وإن كانت كافرة ولا ينصر الدولة الظالمة وإن كانت مؤمنة
والسؤال الرئيس لنا : من نخبتنا؟ هل هو مما قد فعله نبينا محمد صلى الله عليه وسلم لقومه كاالصدق والأمانة والتبليغ والفطانة. هل إمام اليوم يحتذون ويقتذون صفاته فى كل الأفعال؟ أم ينتخبون بدون معرفة أشكاله الخاصة؟ بل هذا أحسن من غيوبهم فى إعطاء التصويت \ عدم الإختيار الذى يسبب إلى زوال ديمقراطية. وأما الأجوبة بين لديكم فى عميق بالكم! إنتخبوا بالحقوق من عندكم! ولا تتبعوا خطوات غيركم ! عليكم الإختيار فلكم النتيجة!
والتلقيات من الكاتب أن تختاروا أهلا فى تحليل المشكلات فى السياسة والإقتصاد والتربية والتحكيم وحاول فى معالجتها.

share and care

Honorable Mr. Djamaluddin Darwis as a lecturer
My beloved brothers and sisters




Assalamu’alaikum Wr. Wb.


First of all, in the name of Allah, Most Gracious, and most Merciful who has given us mercies, blessings and health so we can attend this meeting without any troubles and obstacles.
Secondly, may shalawat and salam be with our prophet Muhammad, peace be upon him who has guided us from the darkness to the lightness in this world as well as next world.
Thirdly, I don’t forget to say thanks very much to Mr. Darwis who has given me this precious opportunity to deliver my speech
Standing up here, in front you all, I would like to present my speech under the title:

"Sharing and Caring for a Happy Life"

Allah said in his book{Al Maidah:2}:


(Help you one another in righteousness and piety, but help you not one another in rancor: fear Allah: for Allah is strict in punishment)

Dear friends, what do live for? What is the purpose of our life? The purpose of life, according to James A. Ketches (the writer of "Talking to Duck, rediscovering the joy and meaning of your life") he says life is joy.
And it means that we are aware of the fact that life is a process. More precisely circular process involves continuous development, change, variety and growth. Then the key to our own happiness lies within us, in our very soul. The concept of happy life is that "happiness lies in helping others". What do you think? How could it be? Well, one of main human characteristics is sociability, where they can’t live without the existence of other people. In other word that everyone needs share and care with others. By sharing our joy, happiness, sorrow and sadness, they make us learn more how valuable this life if it is by caring for others sorrow, misery, and sadness. It will make us be more sensible person.
And then everything goes harmonious in life. When things go harmonious in life, undoubtedly we could feel a happy life. What brings this, do you still remember? Yes, they are share and care. No one will share things they possess unless they feel joy within themselves. And no one will care for something or someone unless everyone will care for them in return.
You don't have to do great things to be happy and content in life, because happiness is great in itself. Happiness is not always something big and great. Everyone deserves happiness. Look! How about those who are not lucky enough in their life? For example: There were a huge number of victims on earthquake that shook Jogyakarta last year. Many of them lost their family, fathers, mothers, children, and their beloved persons. Many of them lost their precious belongings, houses, and many others. And many of them badly injured and got hospitalized! It is really a miserable view for us all that we must heal them with our care by sharing them a part of our happiness. By those all, I believe that you will definitely learn much about life. Let's heal them, who are in pain. Okay my friends, I will sing Michael Jackson’s song.

"………….heal the world, make it a better place
For you and for me and the entire human race.
There are people dying
If you care enough for the living,
Make it a better place for you and for me"

Take a look around. Then you will realize that you have no reason to be ungrateful with your life. This is all from my little speech. And I hope you will be happy in your life. Thank you very much for your attention.

Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.

kampusiana

HMJ Punya Gawe

Himpunan Mahasiswa Jurusan Tafsir Hadist (HMJ TH) Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang punya gawe besar. Pada tanggal 3 juni 2009, mereka kedatangan tamu rombongan mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati, bandung yang terbentuk dalam HIMA TH (Himpunan Mahasiswa Tafsir Hadist). Kunjungannya ke IAIN Walisongo semarang merupakan slah satu program kerjannya dalm bentuk studi komparatif. Selain bertujuan untuk menjalin intervensi kedua belah pihak, juga bertukar pikiran mengenai studi kurikiulum ketafsir hadistan dan progran kerja Himpunan Mahasiswa .
Di sisi lain, tuan rumah telah mempersiapkan matang-matang untuk menyambut acara langka ini. Dimulai dari pembuatan buletin perdana, persiapan hiburan yang akan diisi oleh band Just for fun (grup band FUPK) dan persiapan-persiapan lainnya. Dengan mengusung tema “By means of brotherhood spirit, we enhance tafsir hadist department” diharapkan akan terbentuk jalinan kekeluargaan yang lebih ereat karena berdiri pada satu payung yatiu tafsir hadis.
Acara ini dibuka oleh Dekan fakultas Ushuluddin, DR. Abdul Muhaya dengan menyampaikan perkenalan fakultas dan prestasi-prestasi yang pernah diraih beberapa tahun terakhir. Seakan ingin menunjukkan nyali dan kreadibilitasnya yang tidak kalah saing dengan fakultas-fakultas lainnya di IAIN Walisongo. Sebut saja prestasi fantastis, juara 1 lomba tafsir se jawa tengah yang baru saja diraihnya. Semua audien tercengang ketika pak dekan menyampaikan prakatanya dengan bahasa inggris. Acara dilanjutkan dengan sambutan dari tamu yang disampaikan oleh Kajur TH UIN Sunan Gunung Djati, H. Enqos Qosasih, Lc, M Ag yang tak kalah saing membeberkan keunggulan- keunggulan universitassnya. Dengan dibumbui canda tawa suasana semakin terasa sreg tapi juga sarat dengan wawasan intelektual. Apalagi ia menyampaikannya dengan bahasa arab secara fasih. Ia mengakhiri dengan pujian terhadap tuan rumah.”baru kali ini saya mendengar seorang dekan menyampaikan sambutannya dengan bahasa inggris yang lancar dan baik. Sedangkan ketika kami berkunjung ke UIN Syarif Hidayatullah justru tak dijumpai hal semacam ini” tuturnya.
Acara dilanjutkan dengan studi kurikulum yang dihandel oleh kajur masing-masing niversitas. Dalam kesempatan ini, Hasan Asyari Ulamai. M Ag selaku kajur menyampaikan kurikulum yang diterapkan di fakultas Ushuludin IAIN WS. Tidak lupa ciri khas beliau berua tawa turut mewarnai suasana. Satu program yang belum dimiliki UIN Sunan Gunung Djati adalah “program Khusus”. Meski dibawah payung TH, kurikulum yang dipakainya mencakup seluruh jurusan. Demikian juga dengan kajur Uin yang menyampaikan sekilas mengenai kurikulum yang diterapkan.
Selebihnya acara diisi oleh mahasiswa seperti diskusi ilmiyah, pertunjukan puisi dan musik dll.dan acara diakhiri dengan pembacaan doa oleh mahasiswa Uin Gunung Djati, syarif Hidayatullahdoa dan bernyanyi bersama-sama yang dipimpin oleh sekjur, Zainul Adzfar. Lagu Kemesraan karya musisi terkenal Iwan Fals menjadi lantunan terindah menutup serangkaian acara.

resensi

Hadis Digital
Oleh Ayis Mukholik

Judul: melacak hadis nabi SAW
Penulis: A. Hasan Asy'ari Ulama'I, M.Ag.
Penerbit: RaSAIL
Tebal: 136 hlm
Cetakan: I, oktober 2006
Resensator : Ayis Mukholik
Seiring berjalan zaman modern, khazanah keislaman berupaya mempertahankan eksistensinya dalam bidang keilmuan hadis. Munculah hadis digital yang dirancang unutk memudahkan peneliti dalam menelusuri hadis nabi. Demikian juga agar umat islam tidak tertinggal dalam hal iptek.
Di zaman serba canggih ini tidak ada alasan untuk merasa kesulitan dalam mencari berbagai bentuk referensi keilmuan, khususnya dalam penelusuran hadis nabi. Sebuah karya besar para ulama terdahulu bisa tetap kita pelajari dengan sarana yang lebih mudah. Tanpa harus menghabiskan banyak waktu di perpustakaan untuk mencari hadis nabi di beberapa buku tebal, kecanggihan teknologi telah memudahkan kita untuk menemukannya dengan cepat dan praktis.
Para scientis berupaya membuat inovasi-inovasi baru untuk memudahkan upaya penelusuran hadis secara lebih efektif dan efisien. Seiring dengan keinginan itu pula, ulama mutakhir terdesak untuk melakukan inovasi pembukuan hadist hingga penelitian hadis dengan menggunakan perangkat CD Hadist yang dapat diakses dengan cepat lewat computer.
Studi tentang pembukuan hadis sebenarnya telah dipelajari oleh para ulama sejak dulu bahkan kritik terhadapnya telah dilakukan sejak masa khalifah al Rasyidin. Hal ini dibuktikan dengan sebuah karya spektaku;er dan monumental yang telah dilakukan oleh Imam Al Bukhori, Muslim dan lainnya ynag berusaha menghimpun hadist-hadist nabi SAW dalam kitabnya yang bersatatus shahih. Hadis-hadis yang dihimpun oleh ulama terdahulu merupakan khazanah keislaman yang perlu dihargai karena telah mampu muncul sebagai rujukan bagi umat islam sebagai gambar aktualisasi Nabi SAW.
Dalam buku ini Hasan Asy'ari Ulama'i menjabarjkan dengan baik dan sistematis tentang cara melacak hadist secara manual dan secara digital. Mungkin di dalam beberapa buku referensi yang dijumpai di perpustakan berupa penelusuran hadist nabi secara manual sehingga tidak asing lagi di kalangan mahasiswa khususnya perguruan tinggi Islam. Akan tetapi hal yang sangat menarik untuk dijadikan perhatian lebih adalah penulis berupaya menjelaskan juga secara rinci tentang penulusuran hadist secara digital. Karena sebagian dari kita masih awam dengan hal tersebut. Cara ini dapat diakses melalui CD.
Buku ini sebenarnya ditulis untuk ditujukan sebagai panduan dan bimbingan bagi kalangan mahasiswa dan dosen, akan tetapi bagi kalangan lain, juga sangat bermanfaat mengingat kandungan dalam buku ini berupa penulusuran hadist nabi secara manual dan digital sehingga dapat memudahkan dalam menemukan hadis tanpa mengabaikan kualitas kandungannya dari sumber yang asli.
Keunggulan penulusuran hadis digital yaitu dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti penelusuran hadis yang berangkat dari: lafadz yang dikenal, bab, rawi paling atas, nomor hadis dan tema-tema yang disediakan oleh CD hadis.
Penulis juga memaparkan cara-cara praktis dalam mengoperasionalkan dan menginstall CD Hadis disertai gambar tampilan yang memudahkan dalam melekukan latihan penelusuran hadis. Anda dapat membuka kitab maraji' (9 kitab hadis) dalam CD ini, diantaranya Shahih al- Bukhori, Shahih Muslim, Jami' al- Turmudzi, Sunan Abi Dawud, Sunan al- Nasa'i, Sunan Ibnu Majah, Sunan al- Darimi, Muwatha Imam Malik, Musnad al- Imam Ahmad bin Hanbal.
Banyak sekali kemudahan-kemudahan yang telah disajikan buku ini dalam belajar melacak hadis baik secara manual ataupun digital. Selain hadis sebagai sumber hukum islam kedua yang perlu dipelajari untuk sandaran hidup kita agar sesuai ajaran Rasul SAW, penulusuran hadis nabi digital juga dapat membantu kita dalam mata kuliah kita seperti ketika mendapat tugas mebuat makalah. Selamat membaca.

cerpen

Raja Calo

Hatiku semakin gundah, jantungpun berdetak kencang hingga membuat kakiku bergetar seperti hendak menuju medan perang. Busway yang ku tumpangi meluncur deras mendekati terminal Pulo Gadung. Aku sudah kehilangan akal untuk memutuskan manakah tempat yang bisa menghantarkanku pulang ke rumah, di Purworejo, sebuah kota terpencil di bagian selatan provinsi Jawa Tengah. Yang ada dalam pikiran ku saat ini adalah bagaimana aku bisa istirahat secepatnya setelah seharian berkeliaran di kota metropolitan yang keras, kejam dan penuh dengan warna- warni kehidupan ini. Segala macam bentuk kehidupan terlukis dikota ini. Dari konglomerat yang tiap hari tertawa dengan hamburan kemewahan harta, brandalan yang turut meramaikan gemerlap kota dengan aksinya yang anarkhis hingga orang miskin yang menderita karena meratapi nasibnya atau yang masih bertahan denga berjuang mencari penghasilan dengan berbagai cara tanpa mempersoalkan hal haram atau halal. Dalam benak mereka adalah bertahan hidup dengan himpitan situasi. Betapa mirisnya… Semua gambaran itu segera dapat ku pelajari ketika pertama kali ku menginjakkan kaki di Jakarta pagi buta tadi, hingga saat ini, ketika matahari harus berganti tugas dengan bulan.
Di dalam busway ini aku harus berjubelan dengan orang-orang yang pulang dari kerja, kursi kosong pun tak tersisa, hingga membuatku terpontang-panting ke kenan dank e kiri mengikuti gerak bus. Tak jarang tanganku yang berpegang erat pada gandulan bus, terlepas dan menimpa tubuh penumpang lainnya. Maklum karena tinggiku hanya 155 cm. Sudah beruntung tanganku bisa menggapainya. Dalam situasi yang ramai seperti itupun, aku mesti siap siaga pasang telinga untuk mendengarkan intruksi transit busway berikutnya, antisipasi agar tak kesasar ke transit daerah lain. Ya karena transit halte busway tersebar seantero Jakarta.
Kondisi ini membuatku gerah, dan lelah karena harus selalu waspada, berjubel dengan orang-orang yang tak dikenaln. Apalagi aku harus berpacu dengan waktu yang mulai membuka tabir malamnya. Perutpun tak bisa diajak nego, sejak tadi sudah beberapa kali menegur untuk dimasuki makanan.
Ting…..tong…”Next stop is Pulo Gadung halte. Prepare yourself and please check your commodity. Thank you. Pemberhentian berikutnya adalah halte Pulo Gadung. Persiapkan diri anda dan bawalah barang bawaan anda. terimakasih”. Sepeti itulah kira-kira intruksi otomatis yang ku dengar tiap kali mendekati halte pemberhentian. Aku segera bergegas mendekati pintu memaksa tubuhku yang masih terhimpit untuk bersiap-siap keluar.
Bus berhenti tepat di muka halte. Ting…..tong….pintu terbuka. ku langkahkan kaki yang mulai berat ini keluar bus menuju halte yang masih terlihat baru. Tidak ada coretan di dindingnya. Lantainya bersih dan petugasnya pun berpakaian rapi layaknya karyawan kantor. Ternyata halte Pulo Gadung terletak di dalam terminal. Sejenak tubuhku kaku berdiri, hati krtar-ketir, sedangkan mataku berkeliaran menjelejahi berbagai sudut terminal. Kanan, kiri, depan dan belakang. Semuanya tak terkecuali, seperti detektif yang tengah mencari jejak pembunuhan dengan penyamaran. Sorotan mataku tajam mewaspadai jika ada tangan-tangan jahil yang mencoba menyerobot tas bawaanku dan siap siaga jika ada wajah mencurigakan yang mendekatiku.
Dalam kewaspadaan itu, sejenak ku terkesiap atas apa yang ku pikirkan. Sebenarnya apa yang membuatku takut? Mungkin aku telah terdoktrin oleh asumsi masyarakat yang beranggapan bahwa terminal Pulo Gadung adalah markas berkumpulnya para pencopet kelas kakap dan calo yang sadis. Pikiranku kembali menjelajahi seisi kota Jakarta seperti yang telah aku lihat seharian ini.Dan memang mendukung doktrin itu.
“Dek, maaf ini transit. Kalau adek ingin ke halte selanjutnya, silahkan tunggu disini. Sudah ada tempat duduk. Tapi kalau ingin ke luar kota, itu pintu keluarnya”, tutur penjaga membangunkan lamunanku.
“Oh, maaf pak, terimakasih”, jawabku sambil menundukkan kepala.
Udara dingin menghantam tubuhku dari ujung rambut hingga pangkal kaki seperti hendak melumpuhkan sisa-sisa kekuatanku. Di luar sudah banyak calo yang berkeliaran. Mereka disibukkan mencari mangsa. Kesana-kesini, mondar-mandir, ada juga yang berlari-lari untuk mendapatkan penumpang. Tak pandang bulu, dari penumpang kelas eksekutif hingga ekonomi. Bahkan tak sedikit yang memaksa dan membawakan barang. Sama sekali tidak mengenal sopan santun. Tapi itulah mereka, sudah terbiasa hidup di lingkungan yang menuntut untuk bertahan hidup. Kondisi terminal sangatlah tidak terawat. Banyak plastik bekas snack dan minuman yang bertebaran dimana-mana. jalan yang rusak telah digenangi air. Di sekelilingnya adalah warung yang berjejer-jejer sebagai pembatas bus lokal dan luar kota. Di ujung kanan terminal, terlihat sekelompok orang yang sedang asyik bermain kartu. Seperti kebanyakan pemandangan judi. Disamping ada rokok yang sedang mereka hisap, ada beberapa botol minuman keras di atas meja. Aku sampai hafal merek minuman itu’ Topi Miring’. Mayoritas mereka berambut gondrong dan berkuncir. Salah seorang dari mereka berbadan gemuk. Sambil bermain kartu, beberapa anak buahnya memijat pundaknya. Mungkin dia adalah majikan alias raja. Tapi pandanganku kurang begitu jelas melihatnya karena hanya lampu bolam 5 watt yang mereka pakai sebagai penerangan.
“Dek, dek, dek, mau kemana? Ke jawa? Salah seorang calo dari arah belakang mendekatiku, mengalihkan perhatianku dari gerombolan judi itu. Dia sepertinya tahu kelinglunganku mencari bus.
Meski demikian, tak sedikitpun aku menoleh, terus menjauh karena rasa takutku masih kental. Sesekali aku menelan ludah dan pura-pura tak mendengar. Calo itu menguntit terus. Akhirnya dia memotong langkahku.
“Ikut saya ja, ntar tak cariin bus, dah malem gini susah nyari bus lho..”rayunya.
“Eh, dek ikut saya ja”,entah datang dari mana tiba-tiba calo lain datang menawarkan hal serupa.aku bingung plus was-was. Mana tak ada satupun orang yang ku kenal lagi..
Justru terjadi adu mulut antara mereka berdua. Aku semakin gemetar. Mereka berdua sama-sama ngotot . Badan mereka kekar, hanya rambut gondrong dan kumis tebal yang membedakan calo ke-2, dan calo yang pertama bertato di tangannya sedangkan yang kedua tidak. Tangan mereka sudah mengepal. Hanya menunggu waktu saja, masing-masing otomatis berkelahi.
“Dia sudah jadi milikku”, gertak calo yang pertama sambil mencengkram tanganku yang gemetaran. Dari saku, ia keluarkan pisau mengarah ke perut calo yang kedua.
“Oke, aku pergi”tahan calo ke-2 dengan wajah pias.
“Ayo dek, masuk ke bus ja, biar adek bisa istirahat”aku di gelandang tanpa perlawanan. Hatiku kecut mengenang pisau kecil itu.
“Sudah dek, jangan terlalu dipikirkan kejadian tadi. Yang penting sekarang adek dah masuk bus” ia mencoba menenangkan ketakutanku.
Aku coba bersantai dengan meregangkan badan di atas kursi yang empuk. Ku hela nafas kelegaan. Huh, nyaman sekali bus ini. Full AC dan dilengkapi TV. Di bangku belakang sudah ada beberapa orang yang menonton sinetron. Calo itu menghampiriku lagi dengan seorang gadis yang membawa tiket.
“Turun mana dek?”
“Purworejo, pak”
“O…Rp 135.000,-”
“Lho pak mahal banget, gak mungkin aku punya uang sebesar itu. Aku tu masih pelajar, pak. Tamat SMA ja baru sebulan yang lalu. Aku cuma punya Rp 50.000,-”, aku berusaha menawar. Hatiku sudah ketar-ketir.
“Kalau gak punya uang kenapa gak bilang dari tadi?”ucapnya mulai meninggi.
“Tadi kan aku belum memutuskan”, tukasku sambil bergegas keluar bus mencoba melarikan diri.
Begitu keluar bus, aku lari terbirit-birit tak tahu arah. Calo itu tetap mengejarku. Tak sempat mencari tempat persembunyian, ia berhasil menangkapku.
“He, santai ja dek. Gak usah takut. Bisa kita bicarakan baik-baik kalau memang adek gak punya uang”ia berusaha membujuk.
“Gini dek, kamu boleh nyari bus lain yang seharga itu tapi…..”ia menyeringai. Aku tahu, pasti dia ingin menjebakku.
“Tapi apa pak”, nafasku masih ngos-ngosan.
“Adek boleh pergi dengan syarat. Karena tadi adek sudah naik bus, jadi sebagai gantinya, adek bayar Rp 50.000,-”senyumnya penuh kemenangan.
“Pak, tolong lah pak. Yang aku punya cuma uang itu. Bapak bisa geledah tasku kalau gak percaya. Nantinya aku pulang pakai apa kalau uang tak ada”pintaku memelas bercanpur takut.
Pikiranku sudah semrawut tak karuan. Tiba-tiba calo yang kedua tadi datang dengan membawa dua orang temannya. Hatiku bersorak. Mungkin dia adalah kiriman Tuhan untuk menolongku.
“Kenapa dek, ada masalah? Kok kelihatannya ketakutan”, tuturnya
“Aku cuma punya uang Rp 50.000,- untuk pulang dan aku belum dapat bus”
Aku tidak berani mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi karena bisa saja pisau milik calo yang pertama menghujam perutku.
“He, lepaskan anak itu. Sekarang sudah jelas kan dia ingin yang kelas ekonomi atau….. pengen ngajak berantem lagi”, ancam calo kedua sambil menunjukkan anak buahnya yang juga berbadan kekar. Calo pertama hanya bisa memandang kesal ke arahku.
Akhirnya aku terlepas dan diajak ke bus kelas ekonomi. Kini aku berharap terbebas dari realita ini dan segera pulang. Bus berangkat perlahan-lahan meninggalkan terminal. namun dari jendela bus, aku masih bisa melihat calo yang pertama tadi berbincang di pojok terminal dengan calo gendut alias raja calo sepeti mengungkapkan berita yang penting sekali. Kemudian mereka beranjak dari tempat mereka bergerombol mendekati calo yang kedua. Tanpa berpikir panjang, raja calo itu menghunuskan pisaunya di perut calo yang kedua dan meninggalkannya begitu saja. Seluruh tubuh ku gemetar. Orang yang kuanggap sebagai kiriman Tuhan itu roboh dengan berlumuran darah. Tak seorang pun berani melawan. Suasana menjadi gemuruh seketika. Tapi aku tak bisa melihatnya dengan jelas karena tertutup oleh kerumunan orang yang melihatnya, sedangkan bus terus melaju meninggalkan terminal…

cerpen

Raja Calo

Hatiku semakin gundah, jantungpun berdetak kencang hingga membuat kakiku bergetar seperti hendak menuju medan perang. Busway yang ku tumpangi meluncur deras mendekati terminal Pulo Gadung. Aku sudah kehilangan akal untuk memutuskan manakah tempat yang bisa menghantarkanku pulang ke rumah, di Purworejo, sebuah kota terpencil di bagian selatan provinsi Jawa Tengah. Yang ada dalam pikiran ku saat ini adalah bagaimana aku bisa istirahat secepatnya setelah seharian berkeliaran di kota metropolitan yang keras, kejam dan penuh dengan warna- warni kehidupan ini. Segala macam bentuk kehidupan terlukis dikota ini. Dari konglomerat yang tiap hari tertawa dengan hamburan kemewahan harta, brandalan yang turut meramaikan gemerlap kota dengan aksinya yang anarkhis hingga orang miskin yang menderita karena meratapi nasibnya atau yang masih bertahan denga berjuang mencari penghasilan dengan berbagai cara tanpa mempersoalkan hal haram atau halal. Dalam benak mereka adalah bertahan hidup dengan himpitan situasi. Betapa mirisnya… Semua gambaran itu segera dapat ku pelajari ketika pertama kali ku menginjakkan kaki di Jakarta pagi buta tadi, hingga saat ini, ketika matahari harus berganti tugas dengan bulan.
Di dalam busway ini aku harus berjubelan dengan orang-orang yang pulang dari kerja, kursi kosong pun tak tersisa, hingga membuatku terpontang-panting ke kenan dank e kiri mengikuti gerak bus. Tak jarang tanganku yang berpegang erat pada gandulan bus, terlepas dan menimpa tubuh penumpang lainnya. Maklum karena tinggiku hanya 155 cm. Sudah beruntung tanganku bisa menggapainya. Dalam situasi yang ramai seperti itupun, aku mesti siap siaga pasang telinga untuk mendengarkan intruksi transit busway berikutnya, antisipasi agar tak kesasar ke transit daerah lain. Ya karena transit halte busway tersebar seantero Jakarta.
Kondisi ini membuatku gerah, dan lelah karena harus selalu waspada, berjubel dengan orang-orang yang tak dikenaln. Apalagi aku harus berpacu dengan waktu yang mulai membuka tabir malamnya. Perutpun tak bisa diajak nego, sejak tadi sudah beberapa kali menegur untuk dimasuki makanan.
Ting…..tong…”Next stop is Pulo Gadung halte. Prepare yourself and please check your commodity. Thank you. Pemberhentian berikutnya adalah halte Pulo Gadung. Persiapkan diri anda dan bawalah barang bawaan anda. terimakasih”. Sepeti itulah kira-kira intruksi otomatis yang ku dengar tiap kali mendekati halte pemberhentian. Aku segera bergegas mendekati pintu memaksa tubuhku yang masih terhimpit untuk bersiap-siap keluar.
Bus berhenti tepat di muka halte. Ting…..tong….pintu terbuka. ku langkahkan kaki yang mulai berat ini keluar bus menuju halte yang masih terlihat baru. Tidak ada coretan di dindingnya. Lantainya bersih dan petugasnya pun berpakaian rapi layaknya karyawan kantor. Ternyata halte Pulo Gadung terletak di dalam terminal. Sejenak tubuhku kaku berdiri, hati krtar-ketir, sedangkan mataku berkeliaran menjelejahi berbagai sudut terminal. Kanan, kiri, depan dan belakang. Semuanya tak terkecuali, seperti detektif yang tengah mencari jejak pembunuhan dengan penyamaran. Sorotan mataku tajam mewaspadai jika ada tangan-tangan jahil yang mencoba menyerobot tas bawaanku dan siap siaga jika ada wajah mencurigakan yang mendekatiku.
Dalam kewaspadaan itu, sejenak ku terkesiap atas apa yang ku pikirkan. Sebenarnya apa yang membuatku takut? Mungkin aku telah terdoktrin oleh asumsi masyarakat yang beranggapan bahwa terminal Pulo Gadung adalah markas berkumpulnya para pencopet kelas kakap dan calo yang sadis. Pikiranku kembali menjelajahi seisi kota Jakarta seperti yang telah aku lihat seharian ini.Dan memang mendukung doktrin itu.
“Dek, maaf ini transit. Kalau adek ingin ke halte selanjutnya, silahkan tunggu disini. Sudah ada tempat duduk. Tapi kalau ingin ke luar kota, itu pintu keluarnya”, tutur penjaga membangunkan lamunanku.
“Oh, maaf pak, terimakasih”, jawabku sambil menundukkan kepala.
Udara dingin menghantam tubuhku dari ujung rambut hingga pangkal kaki seperti hendak melumpuhkan sisa-sisa kekuatanku. Di luar sudah banyak calo yang berkeliaran. Mereka disibukkan mencari mangsa. Kesana-kesini, mondar-mandir, ada juga yang berlari-lari untuk mendapatkan penumpang. Tak pandang bulu, dari penumpang kelas eksekutif hingga ekonomi. Bahkan tak sedikit yang memaksa dan membawakan barang. Sama sekali tidak mengenal sopan santun. Tapi itulah mereka, sudah terbiasa hidup di lingkungan yang menuntut untuk bertahan hidup. Kondisi terminal sangatlah tidak terawat. Banyak plastik bekas snack dan minuman yang bertebaran dimana-mana. jalan yang rusak telah digenangi air. Di sekelilingnya adalah warung yang berjejer-jejer sebagai pembatas bus lokal dan luar kota. Di ujung kanan terminal, terlihat sekelompok orang yang sedang asyik bermain kartu. Seperti kebanyakan pemandangan judi. Disamping ada rokok yang sedang mereka hisap, ada beberapa botol minuman keras di atas meja. Aku sampai hafal merek minuman itu’ Topi Miring’. Mayoritas mereka berambut gondrong dan berkuncir. Salah seorang dari mereka berbadan gemuk. Sambil bermain kartu, beberapa anak buahnya memijat pundaknya. Mungkin dia adalah majikan alias raja. Tapi pandanganku kurang begitu jelas melihatnya karena hanya lampu bolam 5 watt yang mereka pakai sebagai penerangan.
“Dek, dek, dek, mau kemana? Ke jawa? Salah seorang calo dari arah belakang mendekatiku, mengalihkan perhatianku dari gerombolan judi itu. Dia sepertinya tahu kelinglunganku mencari bus.
Meski demikian, tak sedikitpun aku menoleh, terus menjauh karena rasa takutku masih kental. Sesekali aku menelan ludah dan pura-pura tak mendengar. Calo itu menguntit terus. Akhirnya dia memotong langkahku.
“Ikut saya ja, ntar tak cariin bus, dah malem gini susah nyari bus lho..”rayunya.
“Eh, dek ikut saya ja”,entah datang dari mana tiba-tiba calo lain datang menawarkan hal serupa.aku bingung plus was-was. Mana tak ada satupun orang yang ku kenal lagi..
Justru terjadi adu mulut antara mereka berdua. Aku semakin gemetar. Mereka berdua sama-sama ngotot . Badan mereka kekar, hanya rambut gondrong dan kumis tebal yang membedakan calo ke-2, dan calo yang pertama bertato di tangannya sedangkan yang kedua tidak. Tangan mereka sudah mengepal. Hanya menunggu waktu saja, masing-masing otomatis berkelahi.
“Dia sudah jadi milikku”, gertak calo yang pertama sambil mencengkram tanganku yang gemetaran. Dari saku, ia keluarkan pisau mengarah ke perut calo yang kedua.
“Oke, aku pergi”tahan calo ke-2 dengan wajah pias.
“Ayo dek, masuk ke bus ja, biar adek bisa istirahat”aku di gelandang tanpa perlawanan. Hatiku kecut mengenang pisau kecil itu.
“Sudah dek, jangan terlalu dipikirkan kejadian tadi. Yang penting sekarang adek dah masuk bus” ia mencoba menenangkan ketakutanku.
Aku coba bersantai dengan meregangkan badan di atas kursi yang empuk. Ku hela nafas kelegaan. Huh, nyaman sekali bus ini. Full AC dan dilengkapi TV. Di bangku belakang sudah ada beberapa orang yang menonton sinetron. Calo itu menghampiriku lagi dengan seorang gadis yang membawa tiket.
“Turun mana dek?”
“Purworejo, pak”
“O…Rp 135.000,-”
“Lho pak mahal banget, gak mungkin aku punya uang sebesar itu. Aku tu masih pelajar, pak. Tamat SMA ja baru sebulan yang lalu. Aku cuma punya Rp 50.000,-”, aku berusaha menawar. Hatiku sudah ketar-ketir.
“Kalau gak punya uang kenapa gak bilang dari tadi?”ucapnya mulai meninggi.
“Tadi kan aku belum memutuskan”, tukasku sambil bergegas keluar bus mencoba melarikan diri.
Begitu keluar bus, aku lari terbirit-birit tak tahu arah. Calo itu tetap mengejarku. Tak sempat mencari tempat persembunyian, ia berhasil menangkapku.
“He, santai ja dek. Gak usah takut. Bisa kita bicarakan baik-baik kalau memang adek gak punya uang”ia berusaha membujuk.
“Gini dek, kamu boleh nyari bus lain yang seharga itu tapi…..”ia menyeringai. Aku tahu, pasti dia ingin menjebakku.
“Tapi apa pak”, nafasku masih ngos-ngosan.
“Adek boleh pergi dengan syarat. Karena tadi adek sudah naik bus, jadi sebagai gantinya, adek bayar Rp 50.000,-”senyumnya penuh kemenangan.
“Pak, tolong lah pak. Yang aku punya cuma uang itu. Bapak bisa geledah tasku kalau gak percaya. Nantinya aku pulang pakai apa kalau uang tak ada”pintaku memelas bercanpur takut.
Pikiranku sudah semrawut tak karuan. Tiba-tiba calo yang kedua tadi datang dengan membawa dua orang temannya. Hatiku bersorak. Mungkin dia adalah kiriman Tuhan untuk menolongku.
“Kenapa dek, ada masalah? Kok kelihatannya ketakutan”, tuturnya
“Aku cuma punya uang Rp 50.000,- untuk pulang dan aku belum dapat bus”
Aku tidak berani mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi karena bisa saja pisau milik calo yang pertama menghujam perutku.
“He, lepaskan anak itu. Sekarang sudah jelas kan dia ingin yang kelas ekonomi atau….. pengen ngajak berantem lagi”, ancam calo kedua sambil menunjukkan anak buahnya yang juga berbadan kekar. Calo pertama hanya bisa memandang kesal ke arahku.
Akhirnya aku terlepas dan diajak ke bus kelas ekonomi. Kini aku berharap terbebas dari realita ini dan segera pulang. Bus berangkat perlahan-lahan meninggalkan terminal. namun dari jendela bus, aku masih bisa melihat calo yang pertama tadi berbincang di pojok terminal dengan calo gendut alias raja calo sepeti mengungkapkan berita yang penting sekali. Kemudian mereka beranjak dari tempat mereka bergerombol mendekati calo yang kedua. Tanpa berpikir panjang, raja calo itu menghunuskan pisaunya di perut calo yang kedua dan meninggalkannya begitu saja. Seluruh tubuh ku gemetar. Orang yang kuanggap sebagai kiriman Tuhan itu roboh dengan berlumuran darah. Tak seorang pun berani melawan. Suasana menjadi gemuruh seketika. Tapi aku tak bisa melihatnya dengan jelas karena tertutup oleh kerumunan orang yang melihatnya, sedangkan bus terus melaju meninggalkan terminal…

04 Januari 2009

Syahrullah

Syahrullah

Rasulullah bersabda: “puasa yang paling utama setelah ramadhan adalah puasa di bulan Allah (yaitu) Muharram. Sedangkan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam.”(H.R Muslim)

Bulan Muharram merupakan suatu bulan yang disebut sebagai syahrullah atau bulan Allah sebagaimana telah disampaikan Rasulullah SAW dalam sebuah hadist. Hal ini bermakna bulan ini memiliki keutamaan yang agung dan khusus karena disandarkan dengan lafadz Jalalah (lafadz Allah).
Para ulama menyatakan bahwa penyandaran sesuatu pada lafadz Jalalah(lafadz Allah) tentulah menunjukkan atas (tasyrif) kemuliaan dan (fadhilah) keutamaan yang dikandungnya. Sebagaimana istilah baitullah, rasulullah, saifullah dan sebagainya.
Nama Ka’bah atau Masjidil Haram dan Masjid yang lain menjadi mulia dengan disebutkan sebagai Baitullah, yang berarti rumah Allah. Begitu juga dengan penamaan Rasulullah, ia menjadi lebih mulia dibanding dengan nabi.
Selain itu bulan Muharram diberi nama oleh Rasulullah SAW dengan sebutan syahrullah karena termasuk empat bulan yang dinamakan ‘Al Asyhurul Hurum’ (bulan-bulan terhormat), yaitu bulan Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab. Imam Ali bin Abi Thalhah dan Ibn Rajab berpendapat bahwa empat bulan ini dinamakan ‘Al Asyhurul Hurum’ karena amal sholeh dan ketaatan yang dilakukan di dalamnya lebih besar dan pahalanya lebih banyak dibanding dengan bulan-bulan yang lain, begitu pula sebaliknya dengan kemaksiatan atau perbuatan dosa, jika seseorang melakukan maksiat pada bulan ini maka dosa yang akan diterimanya menjadi besar. Maka masa-masa di bulan ini adalah masa yang paling Allah cintai dan hendaklah seorang muslim tidak menyia-nyiakan guna memperbanyak ibadah.
Letak kemuliaan dan keutamaan bulan Muharram adalah 10 hari yang pertama, atau bolehlah kita katakan bahwa asrar (rahasia kemuliaan) bulan Muharram terletak pada sepuluh hari yang pertama. Sedangkan bulan Ramadhan asrarnya terletak pada 10 hari terakhir dan Dzul Hijjah asrarnya terletak pada 10 bulan pertama.
Lebih istimewa lagi dalam bulan muharram yaitu pada tanggal 10 muharram terdapat berbagai peristiwa seperti hai dicipta nabi Adam As, hari dicipta langit, bumi, bulan dan bintang, hari lahir nabi ibrahim dan lepasnya dari unggun api raja namrud, hari selamatnya nabi Musa dan tenggelamnya fir`aun, hari lahir nabi Isa dan diangkatnya ke langit, nabi Idris diangkat ke tempat yang mulia, nabi Nuh selamat dari banjir besar dan taufan dan lain-lain.semua peristiwa ini atas dasar yang sama dengan perjuangan Rasulullah SAW dalam menegakkan akidah sebenarnya. Semoga perististiwa bersejarah tersebut bisa menjadi pengajaran bagi kita.