04 Januari 2009

Merefleksi Makna Pahlawan

Merefleksi Makna Pahlawan


Pahlawan haruslah dimaknai secara kontekstual, apalagi dalam menyikapi kepentingan bangsa dan Negara saat ini. Indonesia sangat membutuhkan jiwa-jiwa pahlawan untuk mewujudkan perdamaian dan kesejahteraan rakyatnya. Apakah saat ini, kita dapat menemukan jiwa tersebut?
Pada umumnya, pahlawan sering dikaitkan dengan perjuangan serta pengorbanan nyawa. Mereka berani melawan kekejaman penjajah. Dengan gagah berani, tak gentar dan tak takut mati demi mempertahankan bangsanya. Apakah pahlawan hanya dimaknai sebatas itu?
Sangatlah sempit pemahaman kita jika pahlawan hanya dimaknai dengan pengorbanan nyawa. Apalagi makna tersebut menyesuaikan keadaan saat itu. Pada 10 November 1945, Bung Tomo memimpin “arek-arek” Surabaya untuk melawan Belanda. Hanya berbekal semangat, bambu runcing untuk bergulat dengan bom-bom canggih penjajah. Peristiwa heroik tersebut setidaknya dapat menggerakkan jiwa untuk tetap mempertahankan kehormatan para pahlawan dan menjaga eksistensi bangsa. Hampir di seluruh penjuru Indonesia menjadikan peristiwa bersejarah itu sebagai hari pahlawan yang diperingati tiap tahunnya.
Di sekolah-sekolah diselenggarakan upacara, begitu juga di tempat-tempat lain diadakan seminar-seminar tentang kepahlawanan. Tetapi sungguh ironis karena peringatan tersebut kini hanya dianggap sebagai acara seremonial belaka tanpa ada penghayatan dan tidak menumbuhkan semangat untuk memperbaiki bangsa yang amburadul ini.
Penyebabnya adalah bangsa ini belum mampu menghayati makna pahlawan secara kontekstual sesuai dengan tantangan zaman. Sehingga tidak bisa mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Penyebab lainnya adalah belum bisa menghargai pengorbanan mereka sehingga tidak ada `greget` untuk mencintai bangsanya sendiri.
Pahlawan adalah seseorang yang dibutuhkan dan bisa memenuhinya. Dalam pernyataan tersebut mengandung nilai pengorbanan, kesetiaan, dan tanggung jawab. Andai saja setiap orang Indonesia berprinsip seperti itu, yang diperoleh adalah kemerdekaan, baik dari kalangan tinggi ataupun kalangan rendah. Sehingga terjalin simbiosis mutualisme. Adapun birokrasi pemerintah tidak akan kesulitan dalam menjalankan tugasnya untuk mensejahterakan rakyatnya. Masalah Negara bukanlah masalah pemerintah tetapi masalah kita semua sebagai warga yang baik. Yang merubah suatu tatanan Negara bukan pemerintah saja, tetapi kita turut andil dalam membangunnya.
Ini adalah sebuah refleksi bagi kita. Sudahkah kita menjadi pahlawan bangsa? Sudahkah kita mampu memberikan yang terbaik untuk bangsa?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar